Sunday, March 21, 2010
sehat vs Persib
"anggaran kesehatan kita kalah dengan anggaran stadion Persib."
Pemerintah daerah lebih peduli agar sepakbola menjadi tontonan nomor satu dan Persib jadi juara, daripada membenahi permasalahan di bidang kesehatan seperti misalnya, fakta provinsi Jawa Barat (dan kota Bandung) menjadi juara satu di angka kumulatif kasus HIV.
Lagi-lagi, anggaran kesehatan dipotong supaya Bandung bisa punya stadion sepakbola, padahal masih banyak masalah lain yang seharusnya menjadi prioritas Pemerintah Daerah : tata kota semrawut yang mengakibatkan banjir dan kemacetan lalu lintas, masalah banyaknya pengemis dan gelandangan di sepanjang jalan utama kota Bandung.
Pada intinya, seharusnya Pemda lebih memprioritaskan pada perbaikan basic need penduduk, instead of menginvestasikan dana (yang tidak sedikit) pada infrastruktur yang ke-efektifitas-annya juga masih dipertanyakan, apakah iya jika stadion tersebut rampung dibangun apakah bisa memperbaiki kinerja Persib misalnya?
Ataukah akan menambah masalah baru; kemacetan, penambahan pelanggaran lalu lintas setiap Persib bertanding, yang ujung-ujungnya menurunkan popularitas masyarakat terhadap dunia per-sepakbola-an nasional.
Sebaliknya, anggaran kesehatan akan berdampak lebih besar kepada kualitas hidup orang banyak.
Masyarakat yang sehat berarti, sumber daya manusia yang berkualitas, produktif dan pada akhirnya akan menunjang pemasukan Pemda juga.
Sungguh sulit menjadi seorang pemimpin, atau lebih tepatnya, sungguh sulit menjadi seorang pemimpin yang benar.
Barack Obama saat ini sedang disorot karena program reformasi kesehatannya.
Pemerintah Amerika Serikat bisa dibilang sedang dalam critical point, jika program ini berhasil maka Presiden yang sekarang akan selalu diingat untuk keberhasilan yang dia raih, tapi ada juga kemungkinan gagal. Tapi selama program ini memang bermanfaat untuk orang banyak, dan pro-kontra yang bermunculan, setidak-tidaknya sesuatu yang baik sudah dipikirkan oleh pemerintahnya.
Belajar dari kasus negara maju (dan juga negara berkembang lainnya) anggaran kesehatan yang proporsional selalu berkaitan dengan kualitas hidup manusianya.
Saat ini kita punya menteri kesehatan yang bagus dan pakar di bidang ilmu kemasyarakatan.
Beliau terpilih jelas bukan karena dekat dengan orang nomor 1 tapi karena kompetensinya yang bukan sembarangan.
Mudah-mudahan kedepannya kita akan melihat banyak kontribusi yang berarti di bidang kesehatan.
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang.
Pak Dada Rosada mungkin untuk selamanya akan diingat sebagai pemimpin yang mementingkan sepakbola daripada kesehatan masyarakatnya.
Lagi-lagi, pendidikan dan kesehatan penduduk kalah pamor dengan kepentingan Persib yang hanya diwakili segelintir orang saja.
Sungguh malang dikau warga kota Bandung, mari kita tunggu pemimpin berikutnya yang lebih sadar kepentingan dan bijaksana dalam mengambil keputusan.
Thursday, February 05, 2009
jika aku menjadi : bukan politisi, tapi wakil rakyat
Friday, September 05, 2008
Love this job !
Speaking about prejudice, I wrote in previous post in one of my bLog, that we shouldn't judge people if we hardly know them.
For example was this group, sexual workers that might not accepted and people tend to have sort of prejudice about them.
It is wrong to say whether what they did right or wrong, there are certain motivation that modified them to keep doing their job, firstly of course for money.
Even for 10,000 IDR ( that's one dollar ! ) they would get laid although they don't like the person.
And this group also vulnerable for getting STDs (sexually transmitted diseases) and HIV, not to mention the problem of convincing the clients to wear condom consistently for every sexual intercourse.
There are so many things come in my mind after the session. And so many questions about life itself. How to sort the problems out for their life. What's my part if I was capable to doing so.
But right now I am sure I am in the right track to pursue my deepest desire of all this time.
Monday, July 28, 2008
ridiculous
melainkan kosakata dalam bahasa inggris, yang artinya 'deserving or inventing derision or mockery' ; terjemahan bebas = mengundang cemoohan.
Ini kata yang tepat untuk mengomentari pemilihan walikota, yang sebentar lagi berlangsung.
Banyak poster ditempelkan dimana-mana, not to mention papan or banner or whatever is it yang tujuannya untuk kampanye para kandidat.
Komentar gue pas ngeliatnya : 'Hihihihihihihihi. . . . . Menggelikan'
Kayak gak ada slogan yang lebih meaningful aje, kayanya rakyat kita emang terlalu bodoh untuk dikasi slogan yang berkesan smart apa?
Dan seperti biasa, kampanye gak ada hubungannya dengan mencerdaskan rakyat dengan pengetahuan politik, tapi seperti jaman dulu-dulu, same old same old, 'pilih yang berpengalaman' (artinya: pilih yang dulu udah pernah berkuasa... *Idih, enak aja yeh* .... gantian kaleee)
Whatever, gue kan golput....
I choose not to choose, adalah slogan gue dalam menghadapi pemilihan (tentu aja maksutnya disini pemilihan walikota, or gubernur, or tokoh politik laennya yang menurut gue sih gak reasonable)
Tapi kalo gue bole milih sih, orang-orang yang cocok buat jadi presiden -kandidat dari partai girl power, seperti contohnya adalah : Ria Irawan, Djenar Maesa Ayu, or Mira Lesmana kali ye. Banyak sih yang ingin gue calonkan, bottom line mencakup orang-orang yang idealis dan konsisten dengan alirannya.
Cobalah kita cermati, banyak anak jalanan (mungkin ada yang lahir dan belajar jalan or even grew up di jalanan) di kota Bandung, terutama di perempatan lampu merah.
Orang-orang bermobil, dengan sikap heroik-nya, memberikan uang recehan, menganggap dengan cara demikian sudah berbuat baik or sumthing like that.
In my opinion, that is so wrong.
Kita cuman meng-encourage mereka untuk tetep hidup di jalan.
Yang jadi positive reinforcement buat mereka:
Bukan maksud gue kita gak bertanggung jawab sama nasib mereka.
Of course we also have social responsibilities.
But some of us just don't want to do in the right way, which will be more difficult to apply.
Yah seperti biasa, kalo walikota/gubernur mau kunjungan, semua yang acak-acakan dan semrawut di'beres'kan dulu sama aparat.
Gue bener-bener pengen liat, setelah tanggal 10 Agustus, dan para pemilih 'mencolok dada' para kandidat *LoL* akan seperti apa sih Bandung....
Sepertinya sih akan sama seperti sebelumnya; macet pas weekend karena orang luar kota belanja di FO, banyak yang ngamen di tiap perempatan, anak kecil yang mestinya baru masuk TK berkeliaran minta uang di tengah jalan.
Ironisnya, dana kampanye untuk pemilihan walikota itu lumayan jumlahnya kalo dipake untuk mensejahterakan mereka(=anak jalanan).
Tapi seperti biasa, bukan Indonesia namanya kalo yang makmur semakin makmur, dan yang susah tambah susah. . . . .
Wednesday, July 09, 2008
Tukang pecel yth

Friday, July 04, 2008
Agum... jangan jadi anarkis ya :)

Gambar diambil dari images.kompas.com
Monday, May 19, 2008
eleven minutes
Teringat kotbah minggu pdt. P cerita tentang salahsatu perjalanannya dalam misi ke kota di sumatera, dan menginap di hotel yang ada PSK-nya
(catatan: PSK= pekerja sex komersil, bukan pekerja sosial komersil loh.... walo bisa aja yang kerja sex atas dasar sosial.... ehm, bisa gak sih kira-kira??? -> ga penting)
Well anyway, he came to the part that he had a opinion that the girl did something wrong....
(i hate to admit, but do we all had done something wrong in part of our lives)
Gw jadi teringat suatu cerita di Injil, dimana Yesus menyuruh orang yang tidak pernah melakukan dosa untuk melempar batu pertama ke perempuan yang kepergok berbuat zinah.
And the important part: There was no one free from sins.
Smuanya ngacir pergi.....
cerita berakhir dengan Tuhan Yesus pun ga menghakimi dia, cuman dibilang:
'Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi'
What a happy ending.
Hanya ga smua cerita berakhir hepi ending sperti diatas.
Kebanyakan tempat pelacuran dihujat orang, diancam untuk dibubarkan, dan para pekerjanya dikejar-kejar dengan alasan dekadensi moral.
Moral siapa?
Moral para pekerja atau moral para 'pemakai' pekerja?
Seandainya mereka mau lebih memperhatikan alasan kenapa PSK bisa ada
(sebab-> akibat)
Eleven Minutes by Paulo Coelho
ada seorang pelacur yang juga (tadinya) seorang perawan.
disini Paolo Coelho punya pandangan yang beda dengan kebanyakan orang tentang kehidupan pelacur.
Bahwa seorang pelacur juga seorang manusia, bahwa dia juga tadinya ga pernah berpikir untuk bekerja dengan cara melacurkan diri, bahwa dia juga mencintai seseorang dan berpikir untuk menikah, punya anak, seperti perempuan normal lainnya, bahwa akhirnya suatu situasi memaksa dia untuk memilih menjadi pelacur, bahwa sekalipun dia tau hal itu salah tapi dia gatau gimana caranya untuk keluar dari situasi itu.
Itu sebuah cerita, tapi juga sebuah kenyataan.
Kenyataan banyak yang terjadi disini (di Indonesia maksutnya, bukan di Brasil sperti dalam 11 Minutes)
Banyak kasus keluarga yang menjual anak-anak perempuannya untuk bekerja di kota, lalu eventually bukan bekerja di restoran/toko seperti dijanjikan tapi malah disuru jadi PSK.
Mereka juga korban, seharusnya butuh diselamatkan oleh pemerintah.
Bukan dikejar-kejar atau dimusnahkan.
(bullshit deh klo pake alesan dekadensi moral, lokalisasi bole bubar, tapi korupsi jalan terus sama aje boong deh)
Kalo ladang mereka cari duit dimusnahkan kemana mereka cari makan?
Kita smua tau klo perut laper bisa jadi motivasi yang kuat untuk cari duit.
Buktinya perut para anggota DPR/MPR yang (katanya) terhormat itu juga gendut-gendut tapi masih doyan juga toh sama duit???
Apalagi mereka yang terpinggirkan ini.
Walaupun (mungkin) mereka tau resikonya kena penyakit seksual menular, tapi at least kan hari ini bisa makan.
Catatan: ini suara gw mewakilkan PSK yang emang melakukan ini karena terpaksa loh ya, klo yang emang karena hobi.....ya itu tanggung jawab masing-masing (sama Tuhan)