Showing posts with label Paulo Coelho. Show all posts
Showing posts with label Paulo Coelho. Show all posts

Saturday, November 09, 2013

males ke gereja

dulu (dan juga sekarang masih sesekali) saya males ke gereja karena beberapa alasan.

bukan karena harus bangun pagi. itu sih sudah biasa dan bisa dilakukan asal ada kemauan.

bukan juga karena tidak ada orang yang kenal. sewaktu di kopenhagen pun saya bisa berangkat sendiri ke gereja karena rindu bertemu Tuhan (dan kenalan dengan sodara seiman baru).

kadang kemalesan tersebut disebabkan oleh pembicara, atau hamba Tuhan yang membawakan Firman.

memang sebuah panggilan jika seseorang menjadi hamba Tuhan. dan ada beban tersendiri menjadi penyambung lidah dan membawa Firman Tuhan.

apa yang saya harapkan dari orang-orang yang terpanggil ini, tentunya, mempunyai kedalaman lebih dibanding orang lain tentang Firman Tuhan dan juga mencerminkan sifat dari Tuhan sendiri.

salahsatu contohnya, adalah saat seorang pendeta yang saya kenal (beliau sangat baik, peduli dengan orang disabilitas, people person dan cara membawa Firman juga menarik) pernah menyatakan pernyataan bahwa pelacur = wanita tidak baik-baik.

terus terang saya merasa sangat sedih atas pernyataan beliau di atas mimbar tersebut.

siapakah kita manusia yang bisa menilai, menghakimi orang lain yang tidak kita kenal, sebagai baik atau tidak?

bahkan di dalam Alkitab pun banyak contoh dari Yesus sendiri bergaul dengan para pendosa: pemungut cukai dan wanita tukang selingkuh.

belajar dari pengalaman saya sebagai peneliti kesehatan dari sisi sosial, saya mengenal banyak pelacur yang menjual diri karena dipaksa keadaan.

pelacur bukanlah pekerjaan yang menyenangkan, bahkan untuk orang yang memilih pekerjaan tsb.
siapa yang mau, jika punya pilihan lain, berhubungan seks dengan orang asing dan kadang hanya demi uang 10 ribu rupiah- agar bisa bertahan hidup untuk keesokan harinya.
rasanya gak ada pelacur yang saya kenal merasa bangga dengan pekerjaan mereka dan ingin selamanya berkarir di bidang itu.

ada juga yang dianjurkan melacur oleh orangtuanya sendiri. dibesarkan oleh lingkungan yang beranggapan bahwa pelacur adalah profesi keluarga dan diturunkan.
apapun itu alasannya, bukanlah tugas saya untuk menghakimi bahwa ini benar atau salah saat bersama mereka.

tapi kalau saya berada di posisi yang sama dengan pembicara tsb,  ada hal yang ingin saya lakukan berbeda.

saya ingin mengajak semua orang, yang tidak mengerti tentang profesi ini, bahwa menjadi pelacur bukanlah pekerjaan yang mudah.
pelacur ditolak oleh masyarakat, korban dari keadaan, tanpa bisa menolong dirinya sendiri.
korban seharusnya ditolong, tapi ini malah sering di-label 'sampah' oleh orang-orang yang sebenarnya bisa menolong mereka.

bahwa bukan tugas kita di dunia ini untuk menghakimi orang lain, apalagi tanpa mengerti situasi apa yang membawa orang tersebut melacurkan diri.
dan juga semakin kita rajin ke gereja dan mendekatkan diri dengan Tuhan, maka bukankah seharusnya sifat kita semakin menyerupai Dia?

Tuhan sendiri maha kasih, memberikan matahari dan hujan yang sama bagi setiap orang.

adalah Paulo Coelho, salahsatu penulis asal brasil yang karyanya saya kagumi- dalam novelnya 11 menit mengangkat tema kehidupan pelacur.
jauh sebelum membaca karyanya, saya menyadari bahwa pelacur juga manusia, ada di tengah kita -sekeras apapun usaha kita untuk menyangkalinya.

jikalau kita tidak bisa merubah keadaan, maka yang harus dilakukan adalah merubah sikap kita terhadap keadaan tsb.
saya mengambil sikap untuk mencoba memahami, terlebih baik jika diijinkan Tuhan untuk menolong mereka.

hanya mereka yang punya kekuatan yang dimampukan untuk menolong mereka yang lebih lemah.

kembali ke soal males ke gereja. dulu, dan rasa males masih terasa sesekali sekarang.

tapi pertemuan dengan Tuhan tidak selalu harus dibatasi oleh gedung.

kadang saat menolong mereka yang membutuhkan pertolongan, saya lebih merasakan kehadiran Tuhan dibandingkan saat duduk manis di gereja.

" and to love your neighbor as yourself is more important
than all burnt offerings and sacrifices "
~ mark12.33

Tuesday, October 08, 2013

.:. pengarang yang buruk .:.

Pengarang yang buruk

Kalau ada dua tipe penulis/pengarang, maka saya termasuk penulis/pengarang yang buruk.

Pengarang yang baik menurut saya, adalah seseorang yang bisa menulis sesuatu dengan indah. Misalnya menggambarkan suatu peristiwa atau tempat jadi semirip mungkin dengan pengalamannya. Orang-orang yang membaca jadi merasa berada di tempat yang sama, atau merasakan pengalaman yang dialaminya.
Pengarang yang baik juga bisa membangkitkan rasa.
Iya paling penting itu kayanya.
Membangkitkan rasa dalam diri manusia, entah itu positif seperti kegembiraan dan jatuh cinta atau emosi lainnya seperti kesedihan atau perasaan takut, lewat tulisannya.

Bisa dibilang saya pengarang yang buruk, soalnya apa yang saya tulisan memang bukan ditujukan untuk penulis. Tapi untuk diri sendiri.
Ya saya menulis karena ingin.
Itu sebabnya banyak banget tulisan yang gak selesai, karena memang dibuat untuk mencurahkan hati aja.
Tanpa tujuan, tanpa mesti ada kesimpulan.

Dengan harapan para pembaca gak akan keberatan.
Karena toh tidak ada yang membaca juga …. hahaha…

Tapi ada 1 tipe lagi yang paling luar biasa.
Yaitu pengarang yang bisa membangkitkan jiwa pengarang dalam dalam diri orang lain (terutama pengarang pemalas seperti saya : )

Namanya adalah Paulo Coelho.

Entah kenapa, setiap baca tulisan dia, rasanya ada suatu rasa yang berteriak dalam diri : untuk dicurahkan dalam bentuk tulisan.
Walaupun gak ada yang penting untuk disampaikan… tapi ya, dia berhasil memaksa rupanya.

So, inilah sebuah tulisan pada suatu malam Selasa yang indah.


:.: . .:. . :.: . .:. . :.: . .:. . :.: . .:. . :.: . .:. . :.: . .:. . :.: . .:. . :.:

 

Hidup itu emang aneh.
Aneh karena, seperti kata nenek (atau orang yang lebih tua bilang) kadang kita ada di atas, kadang kita ada di bawah.

Aneh juga, karena kadang kita berusaha mengejar sesuatu tapi gak berhasil dapet pada akhirnya.
Eh saat kita cuman duduk diem berdoa taunya ada yang nawarin kerjaan.

Hari ini saya mulai dengan bersih-bersih kamar dan rumah.
Terkumpullah beberapa barang yang bisa diberikan ke tukang pemulung, salah satunya tas selempang Zara yang udah jarang dipakai.
Ya sebetulnya agak berat untuk melepas tas Zara ini, walaupun bentuk fisiknya udah gak menarik karena kulitnya terkelupas sana sini (dan umurnya tua) tapi benda ini punya banyak nilai historis. Karena dibeli di Genova, Italia- dimana dipakai pertama kali saat dating sama cowo Italia pujaan hati (saat itu).

Anyway, setelah dipikir ulang, mungkin udah saat melepas tas itu (dan juga kenangan yang menyertainya).

Keberuntungan itu didapat oleh tukang loak yang lewat jam 10an.

Tukang loak sebenernya ada banyak yang lewat depan rumah.
Shift pertama bisa lewat sebelum jam 7 pagi, lalu jam 8, kemudian 9.30, dan sangat jarang diatas jam 10. Biasanya malah tukang sampah yang seringnya lewat kalau udah siang.

Ajaibnya dan untungnya, si tukang loak ini lewat pas saat saya udah selesai beres-beres.
Maka berpindahtangan lah Zara di Genova ke tangan mang tukang loak.

Ini mengingatkan saya akan kesempatan yang banyak lewat depan mata dan kejelian untuk menangkap peluang tsb.

Sebulan setengah yang lalu, yang rasanya udah lama banget, karena dalam 45 hari aja saya udah melewati batas 5 negara - temen baik saya di HQ menawarkan kesempatan untuk bantu penelitian di bidang kesehatan reproduksi.
Topik yang kebetulan sangat menarik dan tentu aja saya bersedia untuk mencoba.
CV pun dikirim dan wawancara lewat Skype diadakan - antara tim di HQ Geneva dan dari sebuah rumah di Prancis Selatan.

Gak berapa lama, mereka bilang kalau tertarik untuk merekrut saya buat short term.

Kontrak pun ditandatangan beberapa hari setelah saya sampai di Indonesia pada pertengahan bulan September, sesuai dengan waktu yang saya minta.

Kehidupan saya saat ini bisa dibilang sangat aneh dan sedikit abnormal.
Tapi dalam artian yang bagus, tentunya.

Seberapa banyak orang bisa liburan ke Eropa dalam waktu 1 bulan setengah? Pulang liburan malah dapet kerjaan pula.
Seberapa banyak orang yang bisa kerja dari rumah, dengan waktu yang fleksibel, tapi dengan bayaran yang sama (bahkan lebih) kaya kerja full time kantoran?

Seperti mimpi.
Itu kadang yang saya rasakan.

Tahun ini begitu banyak dinamika dan mobilitas, membawa gak sedikit perubahan ke dalam hidup juga.

Januari di Kamboja dan Malaysia, Februari pindah ke Jakarta, Juli terbang ke Barcelona, Agustus di Prancis selatan, September di Yunani, transit Istanbul, dan acara di Bali, dan Oktober akhirnya kembali ke Bandung.

Semua tempat yang dikunjungi itu mengingatkan saya akan orang-orang yang ditemui dan menyisakan kenangan bersamanya, manis maupun pahit. 

Malam ini, jikalau saya bisa menyimpan semuanya dalam dua kotak- maka kotak yang pahit akan saya buang ke tukang loak.
Segala sesuatu yang sudah tidak berguna, atau hanya menambah sesak ruangan memang seharusnya dipindahkan ke tempat lain.

Kotak yang manis, tentunya akan saya simpan.
Supaya suatu saat kalau perlu, bisa dibuka dan mengenang bahwa pernah ada sesuatu yang baik terjadi dalam kehidupan saya.







Bonne nuit et au revoir.

Sunday, October 11, 2009

Mau jadi apa ?

Mau jadi apa bangsa kita kalau tontonan filmnya-nya seperti ini : Melati untuk Marvel, Cinta Fitri, Terlanjur Cinta, Anak Mami Jatuh Cinta (SCTV), Si Amat Anak Pasar Jangkrik, Si Kembar Penjaga Sungai, Terpanggang Tanah Kuburan, Jenazah Melengkung, Kuburan Berbau Bangkai (TPI), Suami-suami Takut Istri (TransTV), Tangisan Isabela, Laila, Inayah (Indosiar), Tarzan Keluar Kampung, Baim Anak Saleh, Cinta dan Anugerah (RCTI).

Dari dulu (sampai sekarang) gue belum bisa- dan rasanya gak pernah bisa menikmati yang namanya sinetron, entah dari sisi sinematografi-nya kurang memuaskan, jalan ceritanya yang gak realistis, aktingnya yang berlebihan (atau bahasa anak gaol sekarang "lebay") dan pada akhirnya, pada satu kesimpulan, gak berguna alias buang-buang waktu.
Yang ada bikin keselllll.....

Entahlah apa diluar negeri sinetron sama aja (rendah) kualitasnya seperti di Indonesia, atau memang Indonesia 'spesialis'nya bikin ginian.


Tapi, salahsatu hal yang bisa gue pelajari dari peristiwa traveling ke sebagian negara di Eropa Barat, adalah kebiasaan nonton TV tuh gak penting-penting amat buat mereka (at least gak seperti mamah-ku yang tiap hari mesti setel TV, entah disimak atau engga acaranya, kadang dia tidur pun TV masih nyala tapi gak merasa terganggu.... hebat deh)

Sama aja dengan kebiasaan membaca, disini kebiasaan membaca masih identik dengan hobi yang 'kutu buku', padahal Moh. Hatta (wakil Presiden RI pertama) juga hobi membaca. (hmmm... its out of topic sih)
Ya kita bisa berkilah bahwa tiap orang punya hobi yang beda, sama seperti ade gua juga gak suka baca dan tiap kali dikasi buku sebagai hadiah ultah misalnya, mungkin dia gak merasa sebahagia dibanding seandainya dikasih 1 season Heroes, atau seri DVD Korea/Jepang.

Waktu kita (gue & temen-red) nginep di Granada, suatu kota di bagian Andalusia, Spanyol, tuan rumah kita punya koleksi buku yang banyak dan lumayan oke.
Terutama buku-buku tentang masakan (and yeah he's a good chef!) dan buku-buku Paulo Coelho. Orangnya juga asik, cakeup, dan punya anjing (loh, gada hubungannya lagi), masih jomlo pula.
Granada adalah tempat yang pasti akan gue kunjungi lagi kalau suatu saat punya kesempatan balik ke Eropa.

Owhya, balik lagi ke topik, anyway, si tuan rumah kita itu, namanya Juanito, dia punya buku tentang sejarah Spanyol. And for us, it's quite cool.
Apalagi kalau ada tamu kaya kita yang memang pengen tau tentang sejarahnya Spanyol, (ehem, gue sih pengen tau, kalau saja seandainya buku tersebut ditulis dalam bahasa Inggris). Dan dia juga fasih, or more less, bisa cerita tentang sejarah Spanyol.

I love books. I really am.
Itulah sebabnya gue memilih teman-teman terbaik gue (or teman-teman yang menurut gue asik diajak hang out) adalah temen-temen yang juga doyan baca.

Dan menurut gue, orang bisa aja gak lulus SD, seperti dulu pembantu yang pernah kerja di rumah kita. Tapi karena dia suka baca -padahal tadinya di rumah kita dia baca koran bekas aja masih harus dieja- dia bisa maju. Atau dia memang orangnya mau berusaha untuk maju, makanya dia suka baca.