Showing posts with label nasionalisme anak bawang. Show all posts
Showing posts with label nasionalisme anak bawang. Show all posts

Thursday, October 24, 2013

.: Indonesia yang aneh :.

Orang-orang Indonesia emang suka aneh, kalo gak bisa dibilang gada kerjaan.

Baru-baru ini orang nomor satu di DKI Jakarta bikin kebijakan bahwa topeng monyet harus dihapuskan di provinsi tsb mulai tahun 2014.

Akibatnya, untungnya berdampak baik kepada monyet-monyet yang selama ini ditangkap liar, disiksa supaya bisa berjalan tegak, sebelum dipekerjakan tanpa upah tetap oleh manusia pemiliknya.
Untuk dokumentasi lebih lengkapnya bisa dilihat langsung di situs JAAN
http://jakartaanimalaid.com/blog/?p=1551

Sebagai manusia dan sesama makhluk ciptaan Tuhan, tentunya saya pribadi mengapresiasi secara positif gebrakan yang dilakukan oleh Jokowi. Terlepas dari apakah tindakan yang beliau ambil didasarkan atas dorongan berbagai kelompok pecinta binatang (yang juga banyak di-inisiasi oleh orang bule).

Eksploitasi terhadap binatang, apalagi primata cerdas yang mirip manusia seperti monyet macaque emang memuakkan. Dan eksploitasi tersebut bisa disaksikan bebas di ruang publik di negara yang bernama Indonesia.

Memalukan, buat saya, kalau ditanya oleh teman bule saat berkunjung ke Indonesia.

Buat mereka hal itu seperti pameran kekejaman yang diekspos terang-terangan.
Dan sayangnya hal itu seperti bisa diterima di masyarakat kita, bahkan seperti mendidik anak-anak kita yang masih kecil, bahwa memperlakukan dan menyiksa binatang seperti itu adalah okay.

Indonesia memang negara yang indah, dan kita dikaruniai berbagai macam binatang serta tumbuhan yang hanya bisa hidup di negara tropis.
Sayangnya, kita belum bisa menghargai dan memelihara kekayaan yang kita punya.

Bukannya dijaga tapi malah ditangkap (secara liar), diperjual belikan, lalu dieksploitasi demi keuntungan yang katanya berkisar 40-80 ribu per hari.

Ini miris sekali.

Contoh, orangutan endemik asal pulau Borneo, terdapat di dua negara yaitu Indonesia dan Malaysia.

Tapi bisa dibilang bahwa orangutan yang tinggal di negara bagian Malaysia mendapat perlakuan lebih baik daripada orangutan yang diam di Kalimantan bagian Indonesia.

Pemerintah Malaysia yang lebih pintar melindungi aset mereka bisa membuat sanctuary khusus untuk orangutan di wilayah Serawak (yang sebenernya hanya sebagian kecil dari besar wilayah keseluruhan pulau Borneo). Sanctuary ini mendatangnya pemasukan banyak bagi turis asing yang ingin melihat orangutan di alam.

Ingat, orangutan adalam endemik hanya di dua negara. Indonesia dan Malaysia (bagian kecil dari Borneo itu).

Tapi sedihnya, teman-teman bule yang saya kenal malah lebih mengenal Indonesia sebagai negara yang membunuh orangutan demi lahan kelapa sawit.
Ini sangat menyedihkan dan melukai hati saya sebagai anak bangsa, tapi memang itulah kenyataannya.

Kembali ke kebijakan topeng monyet di Jakarta.

Ada banyak reaksi pro-kontra akibat kebijakan Jokowi tsb.

Yang kontra, bilang kalau dari sekian banyak persoalan yang menjadi pe-er ibukota, kenapa Jokowi malah ngurusin binatang.
Persoalan anak jalanan, contohnya, lebih urgen untuk ditangani.

Inilah anehnya orang kita, pemimpin yang gak ngapa-ngapain kena kritik.
Banyak ngapa-ngapain dikritik juga.

Lebih aneh lagi, tapi nyata, adalah pemimpin yang berasal dari partai dengan nuansa agama.
Sepertinya apapun yang dilakukan, karena berasal dari partai tsb, bisa mendapat pembenaran.
Ini juga menyedihkan, karena Tuhan dipakai pembelaan untuk kelakuannya yang jelas-jelas salah.

Sebagai contoh yang ekstrem, kolega saya (seorang dokter juga) adalah partisipan dari partai bernuansa agama tsb. Dulu waktu Foke bertanding dengan Jokowi untuk posisi no.1 di Jakarta, status di wall Fb-nya penuh dengan black campaign. Menjelek-jelekkan Jokowi yang ndeso dan menyanjung Foke yang incumbent. Dengan membawa-bawa nuansa agama juga.

Setelah Jokowi terpilih, masih menjelek-jelekkan juga. Berkilah bahwa ada black campaign yang dilakukan oleh pendukung Jokowi.
Rasanya ini tipikal orang Indonesia, fanatik sampe mati.
Mau bener atau salah, yang penting partai harus menang.

Dengan catatan, bahwa kolega saya itu seorang dokter, yang dianggap golongan terdidik, tapi mempunyai pola pikir sangat sempit- tentunya itu fakta yang menyedihkan buat saya.
Sedih karena berpikir, bahwa lebih mudah lagi bagi mereka yang kurang terdidik untuk 'dibodohi' oleh politikus berkedok pemimpin atas nama partai bernuansa agama.

Selain itu- alasan kenapa Jokowi tidak menyelesaikan persoalan anak jalanan- menurut saya bukan persoalan Jakarta semata.

Saya bukan membela Jokowi, tapi lebih ingin menyalahkan pemerintah pusat.

Permasalahan kenapa banyak orang pergi ke kota adalah, karena pembangunan di desa sangat tertinggal.
Petani kurang mendapat dukungan dan bantuan dari pemerintah.
Makanya mereka pergi ke kota-kota besar untuk jadi pengemis, gelandangan, anak jalanan.

Ini persoalan Kementrian Pendidikan dan BKKBN juga, yang gagal menekankan pentingnya pendidikan dasar atau sekolah kejuruan- dimana orang bisa mandiri, dan persoalan banyaknya anak sehingga tidak semuanya bisa mendapat perhatian atau pendidikan cukup.

Masalah klasik ini sudah pernah dikemukakan oleh Ibu Kartini pada awal abad 19, dimana saat itu tanah Jawa masih dikuasai oleh Nederlands atau bangsa Belanda.

Kalau masalah ini masih jadi persoalan setelah Indonesia 67 tahun merdeka, maka sangat ironis jadinya.
Ternyata pemimpin dari bangsa sendiri pun tidak bisa membawa Indonesia ke arah kemakmuran.

Lebih ironis lagi, kemakmuran sebenernya terjadi di negeri ini.
Tapi hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang- dinasti politik Banten sebagai contohnya.

Kenapa ada orang yang perlu 11 mobil mewah?
Apakah perlu punya mobil Lamborghini di Jakarta, dimana jalannya lebih sering macet sehingga maksimal kendaraan hanya bisa dipacu 50-70 km per jam?

Kenapa juga orang kita sering meng-apresiasi orang yang punya barang mahal seperti mobil mewah?
Apakah nilai seperti kejujuran, atau hidup sederhana sudah tidak dihargai lagi oleh orang jaman sekarang?

Waktu kecil saya sering diajarkan oleh kakek, nenek dan orang tua saya seperti ini:
" Yang benar harus diikuti, walaupun kelihatannya tidak ada orang yang mengambil jalan itu. Sebaliknya yang salah, harus dihindari walaupun semua orang sepertinya mengikuti jalan tsb.
Masa kamu mau nyemplung ke sumur kalau semua orang nyemplung sumur ? "

Ini analogi yang sederhana bagi anak kecil (seperti saya dulu) tapi sekarang saya mengetahui apa maksud dari mereka memberi nasehat itu.

Tapi sepertinya pesan seperti ini sudah jarang disampaikan lagi oleh orangtua jaman sekarang.

Dalam bentuk sederhana ada banyak pelanggaran di sekitar kita; buktinya anak SD mengemudikan motor (atau mobil! dan nabrak orang seperti AQJ), bahkan orang tua mereka mengemudikan mobil di jalur busway, dan motor naek trotoar.
Dalam bentuk ekstrem, adalah kasus pembunuhan oleh pejabat (yang nikah siri), korupsi besar-besaran dan terstruktur seperti dinasti politik Banten.

Apakah karena korupsi dilakukan berjamaah, termasuk oleh petinggi MK, maka bisa mendapat pembenaran?

Baiklah. Topik pembicaraan ini memang sengaja dibuat melebar. Mulai dari penyiksaan binatang yang gak bisa diterima, hingga ke korupsi berjamaah.

Tapi pada intinya satu, bangsa Indonesia perlu kembali belajar tentang nilai-nilai dasar.

Makanya gak heran politisi seperti Jokowi, Ahok, Dahlan Iskan mendapat hati di tempat rakyat. Karena sesungguhnya di kedalaman hati kita, ada kerinduan supaya profil 'pembela kebenaran' datang dan menyelamatkan Indonesia yang carut marut dengan segala permasalahannya.
Sebaliknya banyak politisi berduit, dengan segala sepak terjangnya untuk 'membeli' hati rakyat, tapi malah dibenci karena melambangkan ketidakjujuran (seperti ARB dari partai G).

Andai saja lebih banyak orang kita yang traveling melihat dunia, atau sedikitnya membuka mata hati dan rendah hati untuk belajar.

Belajar kejujuran dan kerja keras pada orang Jepang. Yang walaupun dibom hancur-hancuran saat tahun 1945, tapi sekarang telah menjadi salahsatu kekuatan besar di Asia.

Atau belajar nilai taat pada aturan ke Singapura. Negara kecil tetangga ini tadinya sangat miskin dan tidak punya sumber daya alam saat 'dipaksa' merdeka pada tahun 1965.
Tapi sekarang mereka telah belajar 'memanfaatkan' apa yang mereka punya selain sumber daya alam, yaitu sumber daya manusia yang terdidik.

Kita adalah bangsa yang besar, kaya dan dulu disegani di mata dunia.
Penjajah kita Belanda mengetahui hal ini, makanya mereka menggunakan politik mengadu domba (devide et impera) atau memecah belah.

Kata 'persatuan' adalah sesuatu yang ditakuti oleh jumlah penjajah Belanda yang jauh lebih sedikit dibanding bangsa pribumi.

'Persatuan' mengakibatkan bangsa pribumi mampu membela hak mereka untuk kemerdekaan.

Setelah kemerdekaan di tangan kita, kata 'persatuan' itu juga ditakuti oleh pemimpin Orde Lama.
Makanya golongan minoritas tertentu selalu dipisahkan, dianggap bagian lain dari bangsa ini- walaupun puluhan tahun sudah tinggal di tanah air.

Kini, 'persatuan' adalah sesuatu yang hampir musnah didengar.
Apalagi dengan adanya partai berwarna-warni tanpa visi kenegaraan yang jelas.


Tulisan ini bakal berakhir, mungkin tanpa kesimpulan.
Hanya sebuah curhatan hati atas berbagai permasalahan bangsa yang menyesakkan.

Mungkin di masa depan, saya berpikir untuk tinggal di luar negri- agar lebih bisa menikmati dari kejauhan. Mungkin saja bisa, yang pasti Indonesia tidak pernah hilang dari pemikiran anak-anak bangsanya.

Friday, March 29, 2013

Livin' Jakarta (to nasionalisme)

ini salahsatu weekend dimana gw gak balik ke Bandung.

aneh juga, pas awal-awal memang gw berasa keberatan untuk pindah ke Jakarta demi kerjaan.
walaupun sebelumnya gw sering bolak balik ke kota metropolitan ini, tapi pindah kerjaan sifatnya lebih permanen. jadi gw merasa seluruh kehidupan juga akan berpindah ke kota ini.

ternyata, beberapa bulan kemudian gw merasa ini bukan keputusan yang terlalu jelek juga.
apartement tempat gw tinggal sekarang, not so bad at all. walaupun gak terlalu besar, tapi cukup nyaman dan letaknya di lantai 11- dimana tiap sore bisa liat pemandangan sunset.
lokasinya in walking distance sama kantor, supaya gak stress menempuh perjalanan selama weekdays.

daaannnn yang paling penting: ada kolam renang plus tempat nge-gym.
itu penting buat gw, supaya gak bosen kalo lagi pengen olahraga tinggal ngacir aja ke lantai 2.

faktor laen yang mendukung kebetahan gw adalah, kehadiran teman-teman.

iya waktu di surabaya yang sempet bikin gw jenuh, salahsatunya adalah kurangnya temen untuk curhat. apalagi waktu itu kerjaan gw suka bikin stres, tempat kos juga bikin stres (bener kata orangtua, punya anak abege emang bikin stres).

sedang di Jakarta, kebetulan ada temen deket gw yang emang udah kerja duluan disini.
karena gw emang deket sama dia sejak jaman dahulu kala, jadi kalo ada bisnis trip singkat pun biasanya disempetin ketemuan.
sekarang apalagi, gw bisa ngintil-ngintil dia kalo nyari temen jalan.
walaupun secara lama waktu tinggal, pastinya dia udah punya banyak temen-temen baru disini.

selaen dia ada banyak juga temen jalan (itu kalo pas wiken gw gak balik ke Bdg)- temen yang dulu pernah ngetrip bareng, temen bekas kantor yang lama, temennya temen di Bdg dllst.
pokonya wiken di Jkt dan wiken di Bdg mungkin ampir sama sibuknya.

sekarang pun gw stay di Jkt for the weekend, karena besok ada acara kantor.
which is a pity karena sebenernya kalo engga it's gonna be a long weekend in Bdg.
tapi dipikir-pikir ya gapapa juga, soalnya Bdg tuh sekarang jadi tempat tujuan wisata- so 99% bakal macet selama musim libur. akibatnya para penduduk Bdg sendiri gak menikmati masa berlibur gara-gara kotanya di-invasi oleh para pendatang.
pokoknya gw jadi sebel stres dan marah-marah kalo lagi wiken keluar untuk jalan dan banyak plat dari luar kota bikin macet (dan nyampah!) di Bdg.

anyway, Jakarta juga menyimpan daya tariknya sendiri.
walaupun Bdg tentunya buat gw merupakan kota kelahiran dan tempat tinggal terlama, tapi lama kelamaan gw bisa menerima kalau toh Jkt memang mempunyai pesona sehingga menarik pendatang.
contohnya, eheeemmmmm mal-mal yang dibangun: ini gak kalah mewah dan menawan seperti mal di singapur atau kualalumpur (eh baru sadar kalo kedua kota ini diikuti dengan 'pur'. untung jakarta engga jadi jakapur juga. engga keren deh pastinya).

daya tarik lainnya disamping pusat perbelanjaan adalah sistem transport busway.
walaupun udah dari sejak tahun 2007 sistem transportasi massal ini diluncurkan, masih aja gw terkagum-kagum dan sedikit bangga. seengga-engganya kita masih punya ginian, biarpun belum ada MRT kaya di singapur atau Skytrain seperti di Bangkok.

gak kebayang kan kalo Jakarta samasekali gak punya transportasi massal macetnya bakal kaya apa.
udah ada busway pun masih macet. dan nunggu busway itu bisa luarbiasa lama sampe bikin pegel kaki+ putus asa.
karena itulah kalo udah menyerah gw tetep pake taksi.

tapi sejujurnya, kalo ada pilihan pake busway atau metromini biasanya gw selalu pilih busway.
walaupun jaraknya deket dan bisa aja pake metromini/ angkot.
ini berhubungan dengan prinsip gw berkontribusi dan mendukung program transportasi massal yang dikelola oleh pemerintah versus swasta.

sama seperti kota metro (atau bahkan mega) politan laennya di seluruh dunia, Jakarta juga punya permasalahan kronis e.g. kepadatan penduduk yang irrasional, kurang air bersih, melebarnya kesenjangan yang kaya dengan yang miskin.

hal terakhir adalah yang menurut gw sangat ironis.
ini mengingatkan gw akan sebuah pertanyaan dari seorang temen yang pernah gw undang untuk maen ke Indonesia.
dia jawab pertanyaan gw dengan pertanyaan; 'apakah disana orang masih buang air di tanah atau udah pake toilet?'

awalnya gw sempet kesel karena dia pikir Indonesia macam negara miskin di Afrika bagian selatan kali yah. lalu gw jelaskan kalo di ibukota Jakarta, dia bisa cari brand terkenal merk apa aja pasti ada.
tapi pertanyaan dia sebenernya relevan sekali.

baru-baru ini WHO merilis data terbaru bahwa masih sekitar 80 juta penduduk Indonesia tidak punya jamban pribadi.
ini emang perkiraan kasar, dan entah penilaiannya berdasarkan apa.
tapi gak usah melihat jauh-jauh ke nusa tenggara timur atau papua sono.
balik lagi ke Jakarta, yang merupakan kota terkaya (katanya) toh masih banyak orang tidak punya jamban untuk sarana buang air.

beberapa minggu yang lalu gw janjian sama temen baik untuk makan sore di sebuah mall di Jakarta selatan. disitu dijual merk-merk kelas internasional e.g. sepasang sepatu harga belasan juta atau sebuah tas harga 20 juta dst.
sorenya gw balik ke apartemen dan melihat keluar dari lantai 11, ke arah perkampungan kumuh- dimana pemiliknya mungkin berpenghasilan 10,000 rupiah per hari.

lebarnya kesenjangan antara si kaya dan miskin ini yang bikin atau berpotensi untuk jadi konflik sosial juga.
dimana saat para buruh berjuang minta kenaikan upah minimum regional agar bisa hidup layak, ada si kaya yang mengeluarkan 17 juta rupiah untuk sebuah tas.

ketidakadilan yang kasat mata seperti ini kadang bikin hati gw menjerit dan menangis.
sebagai anak bangsa, gw merasa ini seharusnya tidak boleh terjadi di sebuah negara dengan asas Pancasila yang salahsatunya mengatakan: 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.'

terus terang, saat ini, saat menuliskan tulisan ini pun, gw menangis dengan air mata beneran.
entah karena merasa melankolis karena jiwa romantisme gw yang terusik saat salahsatu sila dalam Pancasila jelas-jelas dilanggar dalam prakteknya, atau entah karena merasa- walaupun gw terlahir disini dengan 100% darah Indonesia- tapi secara jiwa merasa sangat merasa terasing juga.

di Jakarta, adalah tempat untuk mencari contoh paling buruk dari pelanggaran Pancasila, ataupun dasar-dasar negara.

sekedar mengingatkan, buat yang lupa seperti apa bunyinya butir-butir dalam Pancasila,
silahkan menyontek dari link di bawah ini (butir-butir mengalami revisi pada tahun 2003, hayo pada tau gak????)

http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila