Saturday, November 10, 2012

dari galau ke nasionalisme

this weekend i am supposed to write my travelblog.
it's about time to update it, i had a trip to philippines last month and it was great.
i hope to write it down as soon before i forgot the whole things i found out there, which very interesting due to the fact, somehow the places i've been to very familiar to me. it so much like any part of indonesia, also the people with asian features.
but at the same time, with significant differences e.g. no woman/girl wearing cover/hijab, and much more safer environment, of course.
i saw everywhere, even out of nowhere, girl/woman wearing short and skimpy top (it was very hot and humid, at the beginning of monsoon) but stil there's no sign of disrespect from man (or even worse, sexual harassment, which is could be accepted in indonesia if women wearing 'sexy' clothes).

and what's the reason i have not writing it yet...
(now i'm switching to my mother tongue, supaya gak dibaca sama orangnya) apalagi kalo bukan gara-gara cowo.

bukan cowo yang bikin gw sebel, sebaliknya gw sayang bgt ma cowo ini.
dia orang yg gw kenal dalam waktu yang singkat, but it feels like he could stays forever in my heart.
pernah ketemu orang kaya gitu?

yakin deh, pasti dalam suatu waktu dalam hidup kita pernah ada sesosok yang bisa bikin seluruh dunia berubah. (atau kita akan merubah dunia demi dia)

masalahnya, cowo ini gak merasakan hal yang sama seperti gw.
dan ini sebenernya normal aja koq.

yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan biasa terjadi, mulai dari jaman gw masi abege sampe sekarang pun udah jadi dokter.
tapi masih aja kerasa sakit :'(
ya itulah manusia, punya perasaan dan hati.

gara-gara liat foto dia dan seorang cewe (yang 80% confident interval adalah pacarnya) kehidupan gw langsung berasa gak berarti, meaningless, alias hambar.
tiba-tiba aja gak mood untuk ngerjain tugas kantor, hilang nafsu makan, bawaan pengen tidur dan nangis (diem-diem, bukan depan banyak orang tentunya).

pernah ngerasain kaya gitu?

semakin kita suka/sayang sama cowo itu, semakin sakit rasanya.

anehnya, gw pernah dalam suatu waktu sudah merelakan dia koq.
i let him go. and i couldn't be with him either.
so i wish him well with his new relationship.

tapi ternyata engga semudah itu.
it still hurts to see him with someone else.

pelajaran kali ini: jangan jadi stalker buka2 Fb orang kalo gak siap dengan kenyataan life goes on.

walaupun hati gw masih aja ga enak tapi rupanya selama ini gw udah belajar banyak dari momen broken hearted yang dulu-dulu.
gw udah belajar, kalo itu cuman perasaan doang. karena kenyataannya, gw bukan orang paling malang di dunia koq- 
masih banyak orang yang lebih menderita keadaannya, dan keadaan gw sekarang masih jauh lebih beruntung dibandingkan mayoritas orang laen.
rupanya, as the time goes by, waktu juga yang bikin gw tambah dewasa menyikapi keadaan.

beberapa minggu ke belakang, gw juga lagi keasyikan sendiri baca buku tentang Kartini (pahlawan nasional R.A. Kartini).
bagaimana perjuangan beliau yang waktu itu masih sangat muda (semenjak dipingit, umur 12 tahun) tapi sudah berusaha menentang adat feodal dan semangatnya yang haus belajar.
semua itu dilakoni karena cita-citanya supaya rakyat Jawa, yang pada saat itu menderita di bawah penjajahan Belanda, bisa maju dan terdidik.

dari dulu memang gw udah lama tertarik dengan tokoh pahlawan nasional yang satu ini, bahkan sebelum baca biografinya.
mungkin karena gw merasakan cita-cita yang serupa, bahwa kaum wanita berhak untuk mendapat pendidikan dan kesempatan yang sama.

owya, jaman dulu (sebelum thn 1900) disaat Kartini hidup, hanya kaum bangsawan yang mendapat kesempatan untuk bersekolah.
bagi anak perempuan, setelah menempuh sekolah dasar, maka harus dipingit (dalam rumah) sampai akhirnya mereka menikah (dinikahkan, oleh orang yang tidak mereka kenal sebelumnya).
pernikahan ini tentunya sarat nilai politis, karena dijodohkan oleh keluarga.
biasanya putri bangsawan dinikahkan dengan darah ningrat juga, atau orang yang mempunyai 'posisi' dalam masyarakat.
konsekuensinya, perempuan bisa menjadi istri ke-2, ke-3 dan seterusnya, karena tidak dapat memilih pasangannya.

poligami seperti ini, ajaibnya, pada jaman kerjaaan di Jawa dahulu dianggap sesuatu yang biasa.
bahkan jauh sebelum masa masuknya pengaruh islam ke hindia.

Kartini sendiri banyak belajar karena ayah dan kakeknya merupakan perintis yang berani mendobrak adat feodal. beliau beserta 2 adiknya (dikenal dengan nama three sisters/Het Klaverblad) mendapat pendidikan sekolah dasar bersama kaum belanda totok pada waktu itu.
tiga bersaudara ini sangat fasih berbahasa belanda, selain bahasa jawa kromo inggil yang digunakan kaum bangsawan.

penggunaan bahasa belanda pada waktu itu hanya terbatas di kalangan tertentu saja.
tidak semua kaum pribumi bisa menggunakan bahasa belanda, akibatnya mereka jadi tidak mengetahui perkembangan arus informasi yang terjadi.

sebaliknya, walaupun dipingit dan jauh dari kehidupan yang normal karena diharuskan tinggal di rumah, Kartini dan kedua adiknya mendapat banyak referensi (surat kabar, buku, media bacaan) dari kakaknya yang bersekolah di belanda dan ayahnya yang seorang bupati.

pemikiran Kartini yang revolusioner inilah, yang pada akhirnya dikenal sampai ke negri belanda. tulisan Kartini (dalam bahasa belanda) yang sempat dimuat di harian yang paling terkenal di belanda pada saat itu, menginisiasi pergerakan politik etis / politik balas budi, yang dimotori oleh van Deventer.

wah, pokonya baca buku biografi Kartini ini bener-bener seru.
sayangnya kenapa dulu waktu gw masih muda selalu mengganggap (pelajaran) sejarah di sekolah itu garing/ gak berguna.
gurunya gak asik, kita diminta menghafalkan sesuatu yang gak menarik.
padahal aslinya sejarah bangsa kita kaya, menakjubkan, dan banyak pelajaran yang terkandung di dalamnya.

sejujurnya, gw pun semakin mencari tahu lebih banyak tentang Kartini, karena saat sekolah di belanda- banyak sekali jejak perjuangannya.
rupanya disana memang Kartini lebih dikenal dan dikenang.
ironis bukan?

surat-surat Kartini yang terkenal, yang menjadi dasar penulisan buku Door duisternis tot licht (dari gelap kepada terang), masih banyak yang tersimpan di perpustakaan di leiden.
sayang banget waktu gw di belanda gak sempet mengunjungi perpustakaan di leiden yang terkenal ini. katanya perpustakaan ini menyimpan lebih banyak dokumentasi tentang sejarah indonesia dibanding perpustakaan mana pun di indonesia (ya eyalah)

ada satu cita-cita Kartini, yang belum kesampean karena beliau keburu meninggal (setelah melahirkan anak pertama),yaitu sekolah ke eropa/belanda.
pada waktu itu perempuan dari kaum bangsawan tidak boleh bekerja. bila ingin bekerja pun, harus memilih pekerjaan yang layak.
Kartini sendiri ingin bersekolah dokter/bidan ke eropa, pilihan lainnya sekolah dokter di batavia. tetapi akhirnya profesi guru juga menjadi pilihan, karena hasrat beliau yang terdalam sebenarnya mengangkat derajat kaum (perempuan) pribumi dengan pendidikan.

mulia sekali sebenarnya cita-citanya pada waktu itu.
tidak banyak kaum bangsawan/ feodal Jawa yang memikirkan kaum pribumi yang bodoh, miskin, tak terdidik. karena mereka hanya dianggap sebagai 'setengah manusia' dan digunakan untuk kepentingan bekerja saja.

kalo dipikir-pikir, ironis juga setelah 200 tahun pemikiran Kartini tersebar ke belanda (dan pada akhirnya mendorong kaum perintis kemerdekaan termasuk di antaranya Ir. Soekarno) kondisi bangsa kita sekarang kembali ke masa kaum feodal.
dimana hanya segelintir orang yang bisa menempuh pendidikan, sisanya yang miskin mendapat pendidikan seadanya.
bangsa kita masih saja bodoh, atau lebih tepatnya, dipiara agar tetap bodoh.

walaupun demikian, setidaknya bila R.A. Kartini kembali ke masa sekarang, beliau bisa melihat apa yang telah dicita-citakan sudah sebagian terwujud.
dimana (sebagian) kaum perempuan bisa mendapat pendidikan  dan kesempatan yang sama dengan pria, walaupun tidak terlahir dari keluarga bangsawan.

terimakasih ibu Kartini, terima kasih para pejuang kemerdekaan, untuk jasa-jasamu bagi Indonesia.

~ditulis oleh dokter wanita, walaupun sedang galau, tapi tetap menghargai jasa para pahlawan


No comments: